Selasa, 28 Oktober 2008

PANGGUNG BANGSAWAN BENGKULU


PANGGUNG BANGSAWAN BENGKULU

By : Agus Setiyanto

Konon, seni pertunjukan – teater rakyat yang disebut “Panggung Bangsawan” ini berasal dari Wayang Parsi (Persia- Iran) yang dibawa oleh orang-orang Majusi ke Pulau Penang tahun 1870 an. Wayang Parsi ini kemudian diadopsi oleh Abu Muhammad Adnan alias Mamak Phusi yang memperkenalkan sandiwara gaya komedi stambulnya dengan nama “Phusi Indra Bangsawan of Penang”. Kelompok kesenian ini kemudian lebih populer dengan sebutan “Wayang Bangsawan” atau “Indra Bangsawan”.

Teater rakyat Bangsawan ini diperkirakan masuk ke Pulau Penyengat (Tanjung Pinang – Riau) tahun 1906 an. Dan selanjutnya lebih berkembang di wilayah Daik – Lingga dan Dabo – Singkep (Riau) dengan Komedi Bangsawan atau Panggung Bangsawan. Panggung Bangsawan ini juga menyebar ke berbagai wilayah dengan sebutan – nama (istilah) yang berbeda seperti “Bamanda” atau “Mamanda” (Kalimantan Selatan); “Bakda Muluk” atau Dul Muluk” dan “Bangsawan”” (Sumatera Selatan); Sinlirik (Sulawesi Selatan); “Tonil Sambrah” (Betawi); dan sebagainya.

Di Bengkulu sendiri, kononnya di daerah Padang Ulang Tanding (Kabupaten Lebong) pernah berkembang sebuah seni pertunjukan – teater rakyat yang juga disebut “Komedi Bangsawan” atau “Bangsawan” saja. Persisnya tidak diketahui apakah ada pengaruh dari “Bangsawan” Sumatera Selatan atau “Komedi Bangsawan” Riau.

Bung Karno semasa pengasingannya di Bengkulu (1938-1942) juga sempat, mempopulerkan sandiwara tonil yang diberi nama “Monte Carlo”. Beberapa karyanya yang sempat meladak dan menjadi “box office” (laris manis) yaitu Rainbow (Poetrie Kentjana Boelan), dan Dokter Pengiblis Sjetan. Tetapi, sebelumnya (tahun 1937), di Bengkulu sudah ada pertunjukan tonil. Sayangnya, tulisan pada photo yang saya temukan tidak bisa menjelaskan lebih jauh – karena hanya terbaca tulisan “Pertoendjoekan Tooneel Redde Krus Tiongkok 8 - 9 – 37.

Tetapi munculnya sandiwara tonil Panggung Bangsawan Bengkulu yang dipopulerkan oleh Komunitas Seniman Bengkulu (KSB) sejak tahun 2000 tidak sekedar menambah deret panjang sejarah perkembangan teater rakyat di Indonesia. Boleh jadi, atau bahkan lebih tepatnya sebagai pertanda - upaya gerakan revitalisasi budaya lokal – local wisdom (kearifan budaya). Seperti yang dilakukan oleh kelompok yang menamakan dirinya “Rejung Pasirah” di Sumatera Selatan; Ketoprak Humor – Ketoprak Campursari - Ludruk Glamour (di layar kaca), dan sejenisnya.

Upaya revitalisasi seni pertunjukan Panggung Bangsawan juga telah dilakukan oleh masyarakat Melayu Riau - Lingga. Menurut hasil penelitian Sutamat Arybowo dalam desertasinya yang berjudul “PANGGUNG BANGSAWAN STUDI POLITIK KEBUDAYAAN DI DAERAH RIAU LINGGA: PERSPEKTIF KAJIAN BUDAYA” disebutkan, bahwa setelah Revitalisasi Budaya Melayu tahun 2004, pemahaman tentang alam budaya Melayu sudah mulai mencair. Identitas – jatidiri budaya Melayu tidak lagi berdasarkan pada konvensi religius tertentu, tetapi sudah mengarah pada pluralistik kultural.

Ditengah ancaman krisis kebudayaan, munculnya sandiwara tonil Panggung Bangsawan Bengkulu merupakan sebuah langkah strategis dalam upaya penguatan jatidiri – identitas produk budaya lokal. Ceritera-ceritera lokal seperti Putri Gading Cempaka, Ratu Samban, Raja Lelo, Putri Serindang Bulan, Putri Kencana Bulan (Rainbow) dikemas dengan gaya komedi stambul ternyata lebih menarik dari ceritera pakemnya. Dan lebih menariknya lagi, karena didukung oleh para pemain yang memiliki latar belakang pendidikan, pekerjaan, agama, serta suku bangsa yang berbeda. Bahkan tak jarang menghadirkan bintang tamu dari kalangan elite – politisi, akademisi, maupun petinggi (pejabat) daerah. Oleh karenanya tak mengherankan, jika setiap ada pertunjukan Panggung Bangsawan Bengkulu selalu dipenuhi oleh penonton. Sayangnya, Panggung Bangsawan Bengkulu hingga saat ini masih bergantung pada sponsorshipnya. Dan memang belum juga menjadikan sebagai andalan pekerjaan bagi para senimannya. Dengan kata lain, bermain di Panggung Bangsawan Bengkulu semata hiburan dan menambah teman pergaulan. Namun demikian, “added value”nya (nilai plusnya) masih tetap dipertahankan, yaitu sebagai sebuah gerakan kesadaran untuk lebih mencintai produk budaya lokal. Bukankah ini sebuah daya tarik wisata budaya di Bengkulu ? SEKIAN ! (salam buat kawan lama, Al Azhar di Riau)

==========================================================

CURICULUM VITAE

Agus Setiyanto, lahir di Kudus, 21 April 1958. rumah : Jl. Iskandar 22 Bengkulu. kantor : jl. Pembangunan no 11 Bengkulu, Tilp. 0736-22910 (fax). Sarjana Fakultas Sastra, Jurusan Sejarah Universitas Diponegoro Semarang tahun 1984.Tahun 1987 diangkat menjadi dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Bengkulu. Tahun 1992 kuliah di Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Jurusan Humaniora, Program Studi Ilmu Sejarah dan lulus tahun 1996.

Karya seninya : (1) Sayembara Putri Gading Cempaka” (Ludrug Humor, dipentaskan oleh Pasdokarma UNIB, 20 Nopember 1999 di Taman Budaya Bengkulu); (2) “Misteri Bunga Rafflesia” (Gambus Humor, dipentaskan oleh Pasdokarma UNIB, 4 Maret 2000 di Taman Budaya); (3) “Soeksesi Toeankoe Moeko-Moeko” (dipentaskan di Auditorium UNIB, 29 April 2000); (4) “Katebelece” (dipentaskan oleh Pasdokarma UNIB, 25 Agustus 2000 di Taman Budaya Bengkulu); (5) “Putri Gading Cempaka” (dipentaskan oleh Ketoprak Humor dan ditayangkan di RCTI, 5 Agustus 2000); (6) “Ratu Samban” (Panggung Bangsawan, dipentaskan oleh Komunitas Seniman Bengkulu di lapangan Merdeka Bengkulu, 24 Oktober 2000, dengan bintang tamu ketoprak humor, yaitu: Timbul, Marwoto, dan Rina Rawit, juga disutradarainya); (7) “Raja Lelo” (dipentaskan oleh Komunitas Seniman Bengkulu, di lapangan Merdeka Bengkulu, 19 Nopember 2000, dan disutradarainya); (8) “Kelas Unggul” (dimainkan oleh Sanggar Anak-anak Klein’duimpje yang ditayangkan di TVRI SP Bengkulu, 14 April 2001). (9) Rainbow “Putri Kentjana Bulan”, dimainkan oleh Pasdokarma, 22 Juni 2002 di Taman Budaya Bengkulu. Ditempat yang sama ,Rainbow juga dipentaskan oleh Komunitas Seniman Bengkulu (KSB) pada tanggal 24 Mei 2003. dan di PRJ tanggal 13 Juni, serta di Universitas Trisakti tanggal 14 juni 2003. (10). “Jangan tinggalkan Aku” judul sinetron kerjasama KSB dengan BRDP (2003). (11) Dari Mata Turun Keranjang dipentaskan di Taman Budaya (2004). (12) sutradara Rainbow “Putri Kentjana Bulan dipentaskan di Taman Budaya (27 Juli 2007), (13) “Ratu Samban”ditampilkan di Mapolresta Bengkulu Utara, 27 Maret 2008, bintang tamu : Kapolres BU, dan Bupati Lebong. Pengalaman berorganisasi: Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Cabang Bengkulu; Wakil Ketua Bencoolen Society; Direktur Paguyuban Seni Dosen, Karyawan, dan Mahasiswa (PASDOKARMA) Universitas Bengkulu; Presiden Komunitas Seniman Bengkulu (KSB); Pencetus gagasan KSB Award, 28 Oktober 2002 di Taman Budaya Bengkulu; Bengkulen Award 2008. Beberapa bukunya :(1) Elite Pribumi Bengkulu (Penerbit Balai Pustaka, 2001).(2) Ibu Negara Dalam Kenangan “Fatmawati Dalam Dunia Kosmos Bengkulu”. (Jakarta, 2004 ).(3) Maharaja Disastra (Editor) penerbit Ombak Yogya, 2006.(4) Orang Orang Besar Bengkulu, Penerbit Ombak, Yogya 2006.(5) BUNG KARNO Maestro Monte Carlo (kumpulan naskah sandiwara Bung Karno), Penerbit Ombak, Yogya 2006.(6) PANGGUNG BANGSAWAN, Penerbit GitaNagari, Yogya 2006.

Saat ini dipercaya oleh Pemda Prop. Bengkulu sebagai Kepala Taman Budaya Bengkulu.

Agus Setiyanto

(Cp.081367729511)

Tidak ada komentar: